Perlu Studi Kemampuan Masyarakat dalam Penetapan Tarif Bea Meterai

22-10-2018 / KOMISI XI
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Marwan Cik Asan. Foto : Tiara/Man

 

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Marwan Cik Asan menegaskan, harus ada studi kemampuan masyarakat di dalam penetapan tarif Bea Meterai. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tidak merasa terbebani dengan tarif Bea Meterai yang nantinya akan ditetapkan. Dengan adanya studi kemampuan masyarakat itu, diharapkan ditemukan titik optimal sehingga nantinya masyarakat tidak merasa terbebani dengan tarif bea meterai yang ada.

 

Demikian diungkapkan Marwan usai memimpin pertemuan antara Tim Kunjunggan Kerja Spesifik (Kunspek) Komisi XI DPR RI dengan jajaran Akademisi Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Kementerian Keuangan serta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kanwil Jawa Tengah, guna memperoleh masukan terkait RUU tentang Bea Meterai di Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat (19/10/2018).

 

Marwan juga menyoroti pentingnya mengubah persepsi masyarakat yang menganggap penggunaan bea meterai merupakan bukti dari legalitasnya suatu dokumen. Padahal pajak suatu dokumen dibayar melalui penggunaan bea meterai.

 

“Pasalnya masih banyak sekali ditemukan di satu sisi masyarakat yang masih menilai bahwa dengan membayar meterai, seolah-olah telah ada perlindungan hukum terhadap segala dokumen dan transaksi yang sudah dilakukan. Justru pajak suatu dokumen tersebut dibuktikan melalui penggunaan meterai,” jelas Marwan.

 

Legislator daerah pemilihan (dapil) Lampung ini berpesan agar pemerintah jangan  hanya berfokus pada  potensi pemasukan negara dalam hal penggunaan bea meterai. Melainkan harus juga mencari titik optimal penerimaan negara dari bea meterai. 

 

“Harus benar-benar dipastikan apakah dengan adanya penggunaan meterai, perlindungan terhadap kebutuhan masyarakat ini betul-betul dilindungi. Hal ini nantinya yang perlu didiskusikan lagi,” kata legislator Partai Demokrat ini. 

 

Sebelumnya pada kesempatan yang sama Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo dalam paparannya mengatakan adanya usulan kenaikan tarif dalam penggunaan bea meterai yang sebelumnya Rp 6.000 dinaikkan menjadi Rp 10.000.

 

“Mengingat adanya aturan di UU tahun 1986 yang menyebutkan bahwa besaran kenaikan tarif meterai hanya boleh dinaikkan maksimum 6 kali. Yang sebelumnya di tahun 1986 tarif meterai Rp 1.000, dinaikkan pada tahun 2000 menjadi Rp 10.000. Oleh karena itu, kami mencoba mereformulasikan sebagai permulaan tarif meterai kita naikkan menjadi Rp 10.000 dan nantinya tarif bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi,” jelasnya. 

 

Suryo mengatakan kenaikan tarif tersebut dilatarbelakangi dengan situasi dan kondisi saat ini hal tersebut menjadi layak untuk dilakukan perubahan tarif. “Namanya meterai itu kan pajak di atas dokumen, jadi memang sudah selayaknya berkembang mengikuti perkembangan zaman teknologi,” ungkapnya.

 

Menanggapi pernyataan tersebut, Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS Lukman Hakim menilai pentingnya dilakukan studi kemampuan masyarakat untuk menilai kemampuan masyarakat dalam membayar. Menurutnya, penetapan tarif Rp 10.000 ini harus ada kajian yang mendalam dan studi kemampuan masyarakat.

 

“Karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan kemampuan membayar masyarakat melihat situasi di setiap daerah berbeda-beda. Meskipun perubahan dari Rp 6.000 menjadi Rp 10.000 tidak terlalu signifikan, tapi saya rasa harus ada kajian yang lebih mendalam untuk menuju perubahan yang lebih baik tentunya hal ini harus dilakukan,” jelas Lukman.

 

UU tentang Bea Meterai sudah berlaku sejak 1 Januari tahun 1986. Dengan berbagai kemajuan dan kondisi bangsa yang terus bergerak, UU tersebut menjadi urgen untuk segera direvisi seiring dengan perubahan zaman. Pemerintah juga sudah mengajukan usulan perubahan kepada DPR RI. Untuk itu, DPR RI menindaklanjuti usulan tersebut dengan menghimpun masukan dari para akademisi terkait perubahan RUU tentang Bea Meterai. 

 

Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR RI turut pula dihadiri sejumlah Anggota Komisi XI DPR RI diantaranya, Indah Kurnia, Eva Kusuma Sundari, Michael Jeno dari F-PDI Perjuangan), Muhammad Nur Purnamasidi (F-PG), Harry Poernomo (F-Gerindra), Tutik Kusuma Wardhani (F-PD), Lena Maryana (F-PPP) dan Anarulita Muchtar (F-NasDem). (tra/sf)

BERITA TERKAIT
Fathi Apresiasi Keberhasilan Indonesia Bergabung dalam BRICS, Sebut Langkah Strategis untuk Perekonomian Nasional
08-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi, menyampaikan apresiasi atas pengumuman resmi yang menyatakan Indonesia sebagai anggota penuh...
Perusahaan Retail Terlanjur Pungut PPN 12 Persen, Komisi XI Rencanakan Panggil Kemenkeu
05-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menegaskan pihaknya dalam waktu dekat akan memanggil jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu)...
Edukasi Pasar Modal Sejak Dini Dapat Meningkatkan Literasi Keuangan Generasi Muda
04-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi menyambut baik usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menginginkan edukasi...
Anis Byarwati Apresiasi Program Quick Win Prabowo: Potensi Kebocoran Anggaran Harus Diminimalisasi
25-12-2024 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menyatakan apresiasi dan dukungannya terhadap komitmen Presiden Prabowo untuk menjadikan...